Serba Serbi Akhir Tahun 2024


 

Tahun 2024 ini sebentar lagi akan berakhir dan berganti ke tahun 2025. Harapan untuk tahun depan semoga hidup lebih bahagia dan sejahtera. Impiannya bisa hidup dengan berkecukupan tanpa kekurangan, tanpa drama dan bisa mengajar di sekolah impian. Setiap akhir tahun ada refleksi yang dibuat.Tentang rencana di masa depan dan apa saja yang harus diperbaiki dari diri sendiri agar tidak terulang di tahun depan.

Aku punya pengalaman buruk yang membuat trauma saat pilkada sebelum bulan November lalu. Aku merasa emosi ketika ada preman yang mengusir, mengancam dan bersikap kasar padaku di suatu lingkungan. Aku merasa terancam dan sayangnya aku tidak punya bukti perbuatannya. Ketika peristiwa itu terjadi aku seorang diri, tidak terbesit di pikiranku untuk membalas atau membuat dokumentasi.

Aku begitu emosi karena baru pertama kali diperlakukan kasar oleh orang lain. Padahal, mungkin ada banyak wanita yang ditimpa masalah yang sama sepertiku tapi mereka lebih sabar. Sejujurnya, setelah pilkada berlalu aku merasa sedih karena aku belum bisa berdamai dengan keadaan. Aku juga ditimpa mood swing sehingga aku melampiaskannya dengan berolahraga.

Rasanya aku ingin cepat semua berlalu. Hari-hariku begitu rumit, ketika dihadapkan pada pilihan. Aku menjadi orang yang terus mengalah, menyakiti diri sendiri dan selalu teringat sikap preman itu. Andaikan suatu saat Allah mengangkat derajatku, aku ingin bisa menjadi orang yang berpengaruh di masyarakat dan menjadikan diriku lebih produktif.

Aku bertambah sedih, ketika lawan politik itu adalah keluargaku. Ya, akau belum bisa memaafkan preman itu, tapi sudah dihadapkan oleh sikap keluargaku yang mendukung paslon dari kubu preman itu. Wajar, kalau aku masih belum bisa move on dan aku menarik diri dari lingkungan keluargaku karena aku merasa tidak nyaman. 

Aku yang saat ini sedang berjuang untuk baik-baik saja menghadapi trauma terpaksa harus menerima kekalahan, bagiku itu masih bisa kuterima, tapi kalau keluargaku sendiri mendukung mereka secara terang-terangan aku merasa sakit. Lama aku merenung, pada akhirnya aku menyimpulkan bahwa cepat atu lambat aku harus bisa berdamai dengan keadaan.

Aku harus bangkit lebih keras agar bisa mengangkat derajatku. Aku harus bangkit dan optimis menatap masa depan agar aku bisa kuat. Bagaimana jika suatu hari, aku tak mampu menopang semua beban? Bagaimana jika aku terus menerus ditimpa kemiskinan dan harus bersabar hidup dalam kesulitan? Aku merasa hidupku harus berubah.

Sehingga aku berharap di tahun depan bisa melewatinya sesuai harapan dan hidup lebih bahagia. Terlepas dari penyakit yang ku derita, aku hanya ingin sehat. Apa yang hari ini aku perjuangkan bisa berhasil di masa depan. Aku tidak peduli dengan premanisme yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu, aku hanya ingin bahagia. 

Sebuah quote penutup artikel ku ini: “Tak semestinya semua hal harus kita genggam, tapi tidak ada salahnya kita berjuang untuk meraih impian di masa depan.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Harian Mereguk Ilmu

Perasaan Terbuang, Si Anak Broken Home

Intisari Ilmu, Workshop Guru Menulis “Bukan Hanya Sekadar Tulisan Biasa”