Trik Menulis Buku Cerita Anak Super Mudah
Cerita anak merupakan bacaan untuk anak yang isinya
kisah seputar anak-anak yang boleh diceritakan, menghibur, serta sesuai tingkat
perkembangan intelektual dan emosi anak. Cerita
anak termasuk dalam sebuah karya sastra anak yang mengambil sudut pandang
(point of view) anak sebagai tokoh sentral yang bercerita/menulis.
Tidak menutup
kemungkinan, penulis dewasa bisa juga menulis cerita anak dengan cara menjadi
tokoh anak tersebut. Konflik yang disajikan dalam menulis cernak juga berpusat
pada permasalahan anak-anak, dengan penyelesaian (ending) dari dan untuk
anak-anak.
Bacaan anak atau sastra anak adalah genre sastra yang
ditulis dan diterbitkan untuk anak-anak. Walaupun demikian, bacaan anak bisa
saja disukai serta dibaca remaja dan orang dewasa. Selain itu, sejumlah cerita
yang sekarang dianggap klasik, dulunya ditulis untuk orang dewasa.
Jika ingin menulis cerita anak maka kenali kelompok usia yang menjadi target
pembaca. Cerita
anak sering kali ditulis untuk kelompok usia tertentu. Apakah kamu ingin
menulis cerita untuk balita? Atau anak-anak yang sudah lebih tua? Cobalah cari
tahu apakah target pembaca adalah anak-anak dengan kelompok usia 2-4, 4-7, atau
8-10 tahun. Penggunaan bahasa, nada/suasana, dan gaya cerita akan berubah
berdasarkan kelompok usia yang menjadi targetmu.
· Sebagai contoh, jika kamu menulis cerita untuk
kelompok anak berusia 2-4 atau 4-7 tahun, Anda perlu menggunakan bahasa yang
lebih sederhana dan kalimat yang sangat pendek.
· Jika kamu menulis cerita untuk kelompok anak usia
8-10 tahun, gunakan bahasa yang sedikit lebih kompleks dan kalimat yang lebih
panjang dari empat atau lima kata.
Cerita anak terdiri dari unsur intrinsik serta
unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik sendiri merupakan unsur cerita yang ada di
dalam cerita secara langsung, menjadi bagian, serta ikut membentuk eksistensi
dari cerita seperti tokoh, sudut pandang, dan latar belakang cerita.
Sementara unsur ekstrinsik adalah jati diri dari
pengarang yang memiliki pandangan hidup bangsa, ideologi, sosial-budaya
masyarakat sendiri yang dijadikan sebagai latar dari cerita. Namun, yang akan
dibahas di sini kali ini secara lebih lanjut adalah unsur-unsur intrinsik dalam
cerita anak.
1.
Tokoh
Tokoh adalah unsur yang selalu menarik perhatian serta
kesan di dalam cerita anak. Menurut Nurgiyantoro (2005:222) tokoh menjadi fokus
perhatian baik dalam karakter ataupun pelukisan fisik. Tokoh cerita merupakan
pelaku yang diceritakan atau dikisahkan di dalam cerita melalui alur.
Tokoh dalam cerita anak tidaklah harus manusia, namun
juga berupa objek lain dalam bentuk personifikasi manusia ataupun binatang.
Tokoh-tokoh cerita anak yang diceritakan sebagai hero atau pahlawan biasanya
menjadi yang disukai atau diidolakan oleh anak-anak, misalnya Tsubasa dalam
cerita Kapten Tsubasa, kemudian Bawang Putih dalam cerita Bawang Merah dan
Bawang Putih.
Tokoh cerita anak juga bisa berupa binatang, dimana
selain anak dapat lebih mengenal binatang tersebut, mereka juga ikut belajar
mengenai berbagai fakta menarik tentang binatang yang ada di buku tersebut.
Salah satu contohnya adalah buku Kumpulan Fabel Hewan Langka Indonesia karya
saya.
2.
Latar
Latar atau setting bisa diartikan sebagai tumpuan
dimana berlangsungnya segala peristiwa serta kisah dalam cerita. Latar ini
tidak bisa terjadi tanpa ada kejelasan, terutama dalam cerita anak yang di
dalamnya banyak membutuhkan rincian yang menjelaskan apa maupun bagaimana semua
peristiwa diceritakan secara konkret. Latar menunjukkan menunjukkan lokasi cerita
terjadi, kapan cerita terjadi, serta keadaan masyarakat tempat dimana tokoh
berada dan peristiwa terjadi.
3.
Alur
Alur dalam teks cerita akan berhubungan dengan segala
hal seperti peristiwa, konflik, klimaks hingga bagaimana cerita itu selesai.
Sudjiman (1987:29) menyatakan bahwa alur merupakan peristiwa diurutkan sehingga
dapat membangun sebuah cerita.
4.
Tema
Tema secara sederhana bisa dipahami sebagai gagasan mengikat
sebuah cerita. Nurgiyantoro (2005:260) berpendapat jika tema adalah dasar dari
pengembangan sebuah cerita. Sementara Keraf (1984:107) menyatakan jika tema
adalah amanat utama yang disampaikan penulis lewat karangan (cerita yang
dibuat).
5.
Sudut Pandang
Menurut Nurgiyanto (2005:284), sudut pandang adalah
cara atau pandangan yang digunakan oleh penulis atau pengarang cerita sebagai
sarana untuk penampilan tokoh, tindakan serta peristiwa yang membentuk cerita
pada pembaca. Dengan begitu, sudut pandang adalah cara atau strategi yang
dipilih oleh penulis secara sengaja untuk mengungkapkan gagasannya dan cerita.
Unsur
ekstrinsik dalam buku cerita anak adalah sebagai berikut :
Pengertian
unsur ekstrinsik menurut beberapa ahli
Menurut Tjahjno (1988:450), mendefinisikan unsur
ekstrinsik sebagai hal-hal yang berada di luar dari struktur karya sastra,
tetapi sangat dipengaruhi karya sastra tersebut.
Menurut Nurgiyantoro (2000:24) menyatakan bahwa unsur
ekstrinsik adalah unsur luar dalam karya sastra yang memiliki sifat tidak
langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme atau bagian terpenting
karya sastra.
Menurut Aminuddin (2004:85), unsur ekstrinsik
merupakan unsur yang berada di luar dari suatu karya atau cerita, tetapi dapat
menentukan bentuk dan isi suatu karya itu sendiri.
Menurut Mido (2016:76), menjelaskan bahwa unsur
ekstrinsik adalah latar belakang dan sumber informasi yang tidak bisa
diremehkan karena memiliki nilai, arti, dan pengaruhnya.
Menurut Sumasari (2014), unsur ekstrinsik dapat
dijelaskan sebagai suatu unsur yang menyusun karya sastra yang bersumber dari
luar dan berkaitan dengan aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
Ciri-ciri
unsur ekstrinsik menurut beberapa ahli
1.
Menurut Kosasih
Menurut
Kosasih (2012:72) unsur ekstrinsik terbagi atas :
a.
Latar belakang pengarang
Memahami latar belakang pengarang akan membuat kita dapat
merasakan pola tulisan yang dituliskannya. Hal ini tentu dapat terlihat melalui
motivasi pengarang dalam menulis hingga pandangan dan pemikiran penulis dalam
melihat permasalahan kehidupan, pengalaman pribadi ataupun menulis berdasarkan
imajinasinya.
b.
Kondisi sosial budaya
Kondisi sosial budaya juga mempengaruhi dalam
pembuatan karya sastra. Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya yang melekat dari
sang penulis akan berusaha ia tuangkan baik secara sadar maupun tidak. Karya
yang baik memang tidak melupakan kondisi sosial budaya yang melekat.
c.
Tempat atau lokasi karya dibuat
Tidak sedikit penulis terkadang menuliskan apa yang
sedang berhubungan dengan dirinya. Sehingga faktor tempat atau lokasi bisa saja
menjadi alasan dalam rangkaian kalimat hingga menjadi sebuah cerita yang
menarik.
2.
Menurut Nurgiyantoro
Menurut Nurgiyantoro (2005:24) mengungkapkan unsur
ekstrinsik sebagai berikut:
a.
Keadaan subjektivitas dari pengarang
Keadaan subjektivitas dari pengarang biasanya menjadi
karakter dalam penulisan cerita yang dibuatnya. Keadaan subjektivitas ini
biasanya meliputi sikap, ideologi, keyakinan, pandangan hidup dan lain-lain.
b.
Biografi pengarang
Tidak sedikit novel atau pada umumnya terdapat
beberapa pengalaman pribadi yang penulis coba sisipkan ke dalam ceritanya.
Mengaitkan hal tersebut, ternyata riwayat hidup dari pengarang atau penulis
dapat menentukan alur cerita juga. Oleh karenanya memahami biografi penulis
akan membuat kita untuk mengetahui jalan pikiran penulis terhadap tulisan yang dibuatnya.
c.
Keadaan psikologi
Kondisi psikologi pengarang ternyata juga mempengaruhi
penulisannya nih. Jangankan menuliskan sebuah cerita, kondisi apapun juga akan
sangat berpengaruh bergantung pada psikis juga. Oleh karenanya, penulisan juga
bergantung pada kondisi suasana hati dan pikiran dari si penulis, sehingga
lebih kurang keadaan psikologi ini ternyata memiliki peran dalam sebuah
tulisan.
Jika kamu menyadari sosok penulis dan tulisannya,
mungkin kamu juga akan menyadari bahwa terdapat hubungan diantara keduanya.
Biasanya akan terekam juga suasana hati penulis di dalam tulisan tersebut.
d.
Keadaan sosial dan lingkungan pengarang
Unsur ekstrinsik yang selanjutnya adalah keadaan
sosial dan lingkungan pengarang. Keadaan sosial ini mempengaruhi bagaimana
pengarang membuat sebuah karya.
3.
Menurut Aminuddin
Menurut
Aminuddin (2004:85), unsur ekstrinsik meliputi :
a.
Nilai agama
Nilai agama yang dimaksud adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam cerita yang memiliki aturan atau ajaran keagamaan atau religi.
b.
Nilai moral
Nilai moral merupakan nilai-nilai yang berhubungan
dengan etika. Pesan moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis
pada pembaca. Moral mempunyai kaitan dengan masalah baik maupun buruk. Dalam
cerita anak, pesan moral bisa dikatakan sebagai mengajarkan sesuatu. Adanya
pesan moral di dalam cerita bisa dilihat sebagai saran pada suatu perilaku
moral secara praktis, tetapi bukan petunjuk khusus untuk anak bertingkah laku.
Jenis-jenis
buku cerita anak
1.
Catalogue Book (Buku Katalog)
Buku
bergambar tanpa kata/cerita. Biasanya tiap halaman diisi oleh gambar
benda/aktivitas. Buku katalog biasanya diperuntukkan untuk usia anak 0-6 bulan.
2.
Picture Book (Buku bergambar)
Buku
cerita anak yang dilengkapi dengan gambar juga kalimat singkat/pendek, biasanya
1-2 kalimat yang saling berhubungan antara gambar dengan kalimat. Picture book
diperuntukkan untuk usia anak 7 bulan-4 tahun.
3.
Chapter Book
Biasanya
juga berupa buku berilustrasi yang dilengkapi dengan teks bacaan yang sudah
cukup panjang (lebih dari 1-2 kalimat). Biasanya anak usia 6 tahun ke atas
sudah bisa membaca buku cerita dengan subjudul cerita.
4.
Komik (komik anak-anak)
Cerita
berisi gambar yang biasanya terdapat dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk
buku yang isinya ditujukan untuk anak-anak.
Contoh:
Komik
anak Detective Conan, komik anak Doraemon, dll.
5.
Ensiklopedia Anak
Buku/karya
yang berisi uraian tentang ilmu pengetahuan, disusun menurut abjad dan tema.
Contoh:
-.
Ensiklopedia Junior Luar Angkasa
-.
Ensiklopedia Junior Transportasi
-.
Ensiklopedia Junior Tubuh Manusia
6.
Antologi Cernak
Merupakan
karya sastra modern yang berkembang pesat saat ini. Antologi cernak biasanya
mengambil satu tema yang dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek anak.
7.
Novel anak/mivel (mini novel)
Novel
anak termasuk karya sastra masa kini yang sedang berkembang dan banyak
diikutsertakan dalam parade menulis anak. Di dalam novel anak ini biasanya
mengangkat tema petualangan dengan segmen pembaca anak-anak usia di atas 9 tahun
yang sudah lancar membaca.
8.
Batita/Todler, range usia: 1-3 tahun
Biasanya
buku yang diberikan berupa buku tanpa kata (hanya gambar). Orang tua sebagai
pendamping yang membantu mengarahkan/membacakan. Buku ABCD, buku berhitung
termasuk contoh buku cernak untuk usia batita, terdiri atas satu kata
(nirkata).
9.
Balita, range usia: 3-5 tahun
Buku
cerita dengan ilustrasi gambar cocok untuk jenjang usia anak 3-5 tahun. Buku
semacam cerita anak dengan isi 1-2 kalimat yang dibacakan oleh pendamping
(baca: orang dewasa).
10. Preschool, range usia: 5-6 tahun
Buku
cerita yang sudah didesain dan digabungkan: ilustrasi gambar dan beberapa
kalimat pendek. Pada tahap ini, anak belajar sebagai pembaca awal yang mengenal
huruf serta merangkai kata sederhana.
11. School primary, range usia: 6-7 tahun
Tiap anak memiliki tahapan perkembangan yang
berbeda-beda. Begitu pula perkembangan dalam membaca dan menulis. Dalam rentang
usia 6-7 tahun, masa anak-anak sudah memasuki usia sekolah dasar (SD).
Biasanya, anak yang perkembangannya pesat di usia 4-5 tahun yang sudah bisa
membaca 1-2 kalimat, akan lebih mudah untuk melanjutkan dengan bacaan berupa
paragraf pendek (maks. 6 kalimat). Buku yang diberikan untuk anak bisa berupa
buku dengan ilustrasi gambar juga buku konsep (buku pelajaran).
Selanjutnya, range usia 8-12 tahun, termasuk juga usia
school primary, di mana anak sudah menjadi pembaca lanjutan. Artinya, anak
sudah mengenal bacaan berupa mini novel anak, antologi cerita anak, cerita
fantasi, dll. Peran orang tua juga sangat dibutuhkan untuk mendampingi anak.
12.
Teenagers, usia di atas 12 tahun
Memasuki usia remaja, anak di atas usia 12 tahun sudah
cakap untuk membaca novel anak, cerita bersambung anak, ensiklopedia anak yang
tersusun sistematis, alfabetis, dan jumlah paragraf lebih dari 6 kalimat.
Karakteristik
dalam Cerita Anak
Dalam menulis cernak, penulis memang terbatas untuk
leluasa menuangkan segala imajinasi. Dalam hal ini, penulis dewasa yang
berperan menjadi penulis cernak ataupun tokoh anak terbatas pada hal-hal yang
tidak berkaitan dengan dunia anak-anak. Adapun karakteristik menulis cernak, di
antaranya, seperti yang diambil dari berbagai sumber:
1. Cara penyampaian cerita yang ditulis
Berbeda dengan novel dewasa, karya sastra anak
memiliki gaya penyampaian bahasa yang berbeda tentunya. Bahasa sederhana,
kata-kata yang tidak sulit, kalimat yang pendek membuat anak-anak tidak
kesulitan membaca sebuah cernak.
2.
Mudah untuk dipahami
Seperti tertera pada poin pertama, menggunakan bahasa
sederhana dalam menulis cernak untuk menyampaikan isi cerita agar anak-anak
dengan mudah memahami situasi, isi, serta kondisi kisah yang dibukukan dalam
karya cernak.
3.
Memberi pesan moral tanpa 'menggurui'
Bagaimana cara penulis mengolah narasi atau dialog
dalam cernak agar amanah yang ingin disampaikan tidak terkesan menggurui,
teksbook? Nah, disinilah peran penulis cernak bermain olah kata. Narasi ataupun
dialog yang dijabarkan bisa saja melalui contoh yang dekat dengan dunia
anak-anak tersebut. Contoh dalam cerita Faza yang dicontohkan rajin mengaji
serta salat tarawih di masjid oleh bundanya.
Seorang penulis cernak tentunya mengetahui dengan
tepat, apa yang akan ditulis dalam cernak diharapkan akan memberi pengaruh positif
bagi pembaca cilik dan mengajarkam nilai-nilai kehidupan yang baik dari cerita
tersebut. Penulis cernak yang mumpuni adalah penulis yang bisa mengemas
kata-kata lisan lalu menuangkan ke dalam tulisan cernak dengan bahasa yang baik
tanpa menyuguhkan adegan showing penuh erotis, SARA, dll.
5.
Mengenalkan konsep kehidupan
Dunia anak-anak menurut mereka adalah segalanya
dipenuhi keindahan, kebaikan, kebutuhan yang terpenuhi dengan cepat tanpa
berpikir panjang seperti halnya orang dewasa. Nah, bagaimana cara penulis
cernak mengembangkan tulisan cernak yang berisikan sifat-sifat tidak terpuji yang
harus dibuang jauh-jauh? Kuncinya, penulis cernak sanggup untuk menguasai
konsep tulisan yang akan ditulis. Penulis bisa menyampaikan lewat contoh sifat
tokoh dalam cerita.
Cara
Menemukan Ide Menarik Untuk Cerita Anak
Bila penulis sudah mengetahui cerita anak berdasarkan
target pasar dan pembaca, maka penulis sudah paham akan menuliskan cerita anak
seperti apa. Buku anak mempunyai banyak ragam, dibedakan mulai dari bentuk,
sasaran usia, dan ini sangat berpengaruh pada cara penulis membuat cerita.
Membuat
cerita anak = menyajikan kisah seru untuk anak + edukasi
-
Cerita apa yang akan kita rancang?
-
Kenapa cerita itu akan kita tulis?
-
Apa keunggulannya?
Maka
sebelum menulis cerita anak, kita butuh mengenali diri sendiri :
1.
Apa yang membuat penulis semangat menuliskan cerita?
2.
Apa yang paling dikuasai penulis?
3.
Referensi buku apa yang sudah dimiliki penulis untuk membuat sebuah cerita?
(Menguatkan jalan cerita)
Tips dan Langkah-langkah Membuat Cerita Anak:
1️.
Kenali kelompok usia yang menjadi target pembaca
Cerita
anak terbagi dalam beberapa kategori sesuai usia. Penggunaan bahasa,
nada/suasana, dan gaya cerita akan berubah berdasarkan kelompok usia yang
menjadi target pembaca.
Sebagai
contoh, jika kita akan menulis cerita untuk anak berusia 2-4 atau 4-7 tahun,
gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang pendek. Jika hendak menulis
cerita untuk kelompok anak usia 8-10 tahun, dapat menggunakan bahasa yang
sedikit lebih kompleks dan kalimat yang lebih panjang dari empat atau lima
kata.
2.
Pilih tema atau ide cerita. Adanya tema utama pada cerita membantu kita
mendapatkan ide.
Fokuslah kepada tema seperti cinta kepada
keluarga/teman, kehilangan, identitas, persahabatan, ataupun petualangan, dari
sudut pandang anak-anak. Pikirkan cara pandang anak terhadap tema yang dipilih.
Setelah
mendapatkan ide kita menentukan premis yang berisi : Nama tokoh siapa, tujuan
keinginannya apa dan halangannnya apa. Misalnya Faza seorang anak berusia 7
tahun yang ingin mendapatkan amalan di bulan suci Ramadan, tapi terhalang oleh
temannya Ben yang sering menggodanya untuk makan dan bercanda waktu salat
tarawih.
3️.
Pilih satu objek biasa dan buatlah objek tersebut menjadi hal yang fantastis.
Pilihlah aktivitas atau kejadian sehari-hari dan
tambahkan unsur-unsur unik pada aktivitas/kejadian tersebut. Jadikan satu objek
sebagai hal fantastis dengan memasukkan elemen aneh atau magis ke dalamnya.
Gunakan imajinasi untuk mencoba melihat hal tersebut dari sudut pandang
anak-anak.
4.
Buatlah karakter utama yang unik.
Terkadang, cerita anak bergantung kepada karakter
utama yang unik dan bisa anak-anak kaitkan dengan dirinya sendiri. Pikirkan
tentang jenis karakter yang tidak sering ditampilkan di cerita anak. Buatlah
karakter yang unik menggunakan sifat-sifat anak atau orang dewasa yang menarik
dan bisa kita temukan di dunia nyata. Contoh karakter Faza yang shalih, qonaah
tapi penakut.
5️.
Ciptakan satu atau dua sifat/tabiat yang menonjol pada karakter utama.
6.
Mulai membuat isi cerita
Buatlah
permulaan atau pembuka cerita. Buatlah alur cerita dalam enam bagian, dimulai
dari eksposisi atau bagian perkenalan.
Pada bagian ini, kita perkenalkan latar, karakter
utama, dan konflik. Mulailah dengan menampilkan nama karakter dan menjelaskan
tempat atau lokasi tertentu. Bisa juga ditambahkan rentang waktu saat cerita
itu terjadi/sebagai setting waktu. Setelah itu, kita bisa membuat garis besar
keinginan atau tujuan karakter, serta rintangan atau masalah yang harus ia
hadapi.
Mulailah dengan satu kalimat yang bisa langsung
menarik perhatian pembaca. Gunakan gambaran unik mengenai karakter utama
sebagai pembuka. Tunjukkan tindakan yang dilakukan karakter tersebut. Bagian
pembuka harus menentukan suasana cerita dan memungkinkan pembaca untuk menebak
cerita.
7.
Tampilkan insiden yang memicu emosi/masalah (awal konflik). Insiden ini
merupakan kejadian atau keputusan yang mengubah atau memberikan tantangan pada
karakter utama. Insiden ini bisa ditimbulkan/datang dari karakter lain. Jika
mau, insiden juga bisa disebabkan oleh institusi/lembaga tertentu (misal,
sekolah atau tempat kerja); atau alam (misal, badai atau tornado).
Contoh : Setelah selesai makan, Fawaz menghampirinya.
“Gimana telur ceploknya enak kan?”
“Iya, enak.”
“Pastilah, ini kan telur si Chila!”
Uhukk!
Tiba-tiba Razka tersedak. Ia sangat terkejut mendengar
ucapan Fawaz. Umma langsung menepuk pundaknya dan memberikan segelas air.
“Kenapa
Abang nggak bilang? Sekarang aku gagal menunaikan janji sama Ayah.” Ucap Razka
kesal.
8.
Mulailah tahap penurunan konflik. Pada tahap ini, karakter utama menghadapi
hasil keputusannya. Dia mungkin perlu mengubah sesuatu atau membuat keputusan.
Karakter utama juga bisa bergabung dengan karakter lain pada tahap alur ini.
Contoh : “Aku nggak mau lama-lama di sini, mending aku
pergi.” Kayis perlahan menjauh.
Sikap Kayis membuat Fasya kecewa karena saat itu Kayis
bukannya meminta maaf, tapi malah kabur dengan wajah mengejek.
Fasya panik melihat Rezki begitu emosi, dia pun menepuk
punggung Rezky dan menunggu sampai tangisnya berhenti.
“Kenapa tadi kamu tidak membalas Kayis?” tanya Fasya
heran.
“Kamu ingat tidak Kay, nasihat dari Pak Amran waktu di
kelas tadi pagi? Dia bilang, ada sebuah hadits dari Abu Daud yang berbunyi, jika
ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia
ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau
ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.”
Fasya mengangguk dia tak menyangka, ternyata
sahabatnya begitu tabah. Fasya meneteskan air mata haru.
“Hari ini kamu tidak usah bayar, bawa saja uangmu. Aku
ingin berbagi denganmu.”
“Tapi, kamu sedang mengalami masa sulit, bagaimana bisa
es ini gratis?” tanya Fasya heran.
“Sudahlah Fasya, aku ini kan sahabatmu. Jadi kamu jangan
merasa sungkan. Terima kasih, ya, kamu masih mau main sama aku, padahal hampir semua
anak di kelas kita menjauhiku.”
“Aku bangga punya
sahabat yang sabar sepertimu.” Fasya tersenyum. Dia pun membantu Rezky menjajakan
dagangannya keliling kampung.
9.
Akhiri cerita dengan resolusi.
Tahap ini berfungsi untuk menutup cerita. Resolusi
berfungsi untuk memberi tahu pembaca apakah karakter utama berhasil atau gagal
mencapai tujuannya. Mungkin karakter utama di cerita kita berhasil mendapatkan
apa yang ia inginkan, atau justru berkompromi dengan dirinya sendiri (setelah
mengalami kegagalan). Yang penting, ending ceritanya harus jelas, jangan sampai
menggantung. Contohnya begini :
Keesokan harinya Fasya datang ke rumah Rezky bersama
dengan kedua orang tuanya. Dia ingin menolong Rezky. Mama Fasya mengutarakan
maksud kedatangannya ke tempat itu.
“Permisi, kenalkan saya Saliha dan ini suami saya
Ustaz Salman. Kami orang tua dari Fasya. Apakah Ibu mengijinkan bila kami ingin
membiayai sekolah Rezky?”
“Alhamdulillah, tentu saja. Saya terima dengan senang
hati. Apalagi, Fasya anak yang baik. Selama ini, hanya dia teman Rezky
satu-satunya yang peduli.
Akhirnya Rezky tak lagi berjualan es mambo. Kini dia
dan orang tuanya hidup tanpa kekurangan suatu apapun karena telah mendapatkan
kasih sayang dari orang-orang yang baik dan menyayangi sesama tanpa pamrih.
Referensi : Dari berbagai sumber pemateri cernak, internet dan buku serta contoh dari cernak naskah saya pribadi.
Komentar
Posting Komentar